Indotime.online, Makassar. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Kabupaten Maros, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor PT. Sinergi Mutiara Makassar. Rabu (12/6/2024)
Evan Prakasa Dirgahayu, S.H., Jenderal Lapangan dalam orasinya mengatakan Aksi ini merupakan respons terhadap maraknya konflik agraria yang semakin pelik dan menyudutkan masyarakat, terutama terkait hak-hak ulayat mereka.
Konflik-konflik ini bermunculan di berbagai daerah dengan berbagai persoalan, mulai dari pembangunan infrastruktur, ekspansi kawasan industri, hingga eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi ekstraktif, ungkapnya.
Dalam konteks pembangunan megah proyek PT. Sinergi Mutiara, masyarakat yang telah menggarap lahan sejak 1987 mengalami intimidasi berupa aksi premanisme yang membatasi ruang gerak dan aktivitas mereka di atas tanah milik.
Tindakan ini sering kali mengarah pada kriminalisasi, mengancam hak ulayat warga yang telah puluhan tahun menempati lokasi tersebut. Proyek megah ini kini menjadi sumber konflik agraria, di mana warga menghadapi ancaman premanisme dan kriminalisasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Ervan Prakasa Dirgahayu menegaskan bahwa konflik ini bukan kebetulan atau demi kepentingan umum semata, melainkan bagian dari skema yang dirancang oleh entitas pemodal.
Skema ini mencakup tindakan represif, kriminalisasi, dan penggusuran yang terakomodasi oleh kepentingan korporasi. Perampasan ruang hidup dan eksploitasi sumber daya alam dilakukan demi akumulasi keuntungan, meninggalkan penduduk setempat sebagai korban.
Keberadaan PT. Sinergi Mutiara, atau Summarecon, juga mengancam lingkungan. Proyek pembangunan mereka berpotensi merusak sumber air atau sungai yang menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Dengan rekam jejak perusahaan ini yang beberapa kali tersandung kasus perizinan dan suap, pemeriksaan dokumen perizinan dan lingkungan proyek menjadi sangat penting.
Evan Prakasa menyoroti pentingnya otoritas untuk memeriksa izin lingkungan, dokumen AMDAL, ruang terbuka hijau, dan analisis dampak lalu lintas.
Unjuk rasa ini juga bertujuan untuk mendesak DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Polda Sulsel untuk mengambil tindakan tegas dan cepat dalam menangani potensi konflik agraria dan pelanggaran lainnya.
Langkah ini diperlukan untuk menghindari pandangan masyarakat yang negatif terkait penanganan diskriminatif terhadap kekuatan modal perusahaan. Evan Prakasa dan lembaganya menyatakan lima tuntutan utama:
- Mendesak PT. Sinergi Mutiara/Summarecon untuk tidak melakukan aksi premanisme dan kriminalisasi terhadap sengketa tanah milik warga.
- Meminta Kapolda Sulsel untuk segera menghentikan sementara aktivitas pembangunan proyek PT. Sinergi Mutiara/Summarecon.
- Mendesak Polda Sulsel untuk segera memeriksa dokumen lingkungan dan perizinan proyek tersebut.
- Mendesak DPRD Provinsi Sulsel untuk melakukan rapat dengar pendapat dengan pihak-pihak terkait.
- Meminta Polda Sulsel dan DPRD Provinsi Sulsel untuk bersikap profesional dan transparan dalam penanganan kasus ini.
Setelah aksi di depan kantor PT. Sinergi Mutiara, Evan Prakasa Dirgahayu merencanakan untuk melanjutkan demonstrasi di Polda Sulsel, untuk menunjukkan komitmen mereka dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat dan keadilan dalam penyelesaian konflik agraria.