indotime.online, Makassar — Kedatangan Kloter 22 Debarkasi UPG yang didominasi oleh jemaah haji asal Kabupaten Wajo di Asrama Haji Sudiang Makassar, terlihat berbeda dari 21 kloter sebelumnya.
Dengan 83 jemaah pria dan 166 jemaah perempuan, mereka kompak mengenakan batik berwarna hitam, kontras dengan outfit warna-warni yang dikenakan oleh jemaah dari kabupaten lain.
Kabid Penerimaan dan Penjemputan Jemaah PPIH Embarkasi-Debarkasi Makassar, Wahyuddin Hakim, menyampaikan rasa haru dan hormat kepada pemerintah daerah Kabupaten Wajo atas kekompakan jemaah dalam mengenakan pakaian khas daerah.
“Ini pakaian kita, pakaian Indonesia, pakaian khas daerah. Sebagai budaya dan kearifan lokal, ternyata budaya kita jauh lebih bagus dari budaya luar,” ucapnya.
Wahyuddin juga mengingatkan bahwa kembalinya jemaah dari tanah suci bukan dinilai dari pakaian yang dikenakan, melainkan dari perubahan sikap dan perilaku setelah berbaur di tengah masyarakat.
“Kami harap para jemaah dapat memberi warna kehidupan dengan bekal ibadah dari tanah suci selama 42 hari. Bapak ibu akan menjadi pendidik agama dan teladan spiritual di daerahnya masing-masing,” tandasnya.
Kloter 22 Debarkasi UPG, yang terdiri dari 449 jemaah, tiba di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin pada Selasa, 9 Juli 2024 pukul 19.34 WITA dengan pesawat Garuda GIA1222, terlambat 114 menit dari jadwal semula.
Jemaah berasal dari Kabupaten Wajo (249), Sulawesi Barat (181), Kota Makassar (9), 5 petugas kloter, 4 PHD, dan 1 jemaah tanazul eks kloter 6 asal Kabupaten Pinrang.
Sayangnya, dua jemaah asal Wajo, Indo Ake Ambo Naung (91) dan Bidasari Daga Suleman (72), wafat di KKIH Makkah Arab Saudi pada tanggal 1 Juli 2024, meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Wajo.
Jemaah kloter 22 ini diterima secara resmi oleh Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kab. Wajo, Andi Muzdalifah, mewakili Pemerintah Daerah asal jemaah.
Turut hadir beberapa pejabat penting, termasuk Kasatpol PP Kab. Mamasa Muhammad Nawir, Kabid Haji Kanwil Kemenag Sulbar Ahmad Barambangi, dan Kakan Kemenag Kab. Wajo M. Yunus Syam.
Namun, yang terpenting adalah apakah jemaah haji dapat membawa perubahan positif dalam sikap dan perilaku mereka setelah pulang ke masyarakat, menginspirasi dengan teladan spiritual dan keagamaan.(*)