Makassar, indotime.com – Panggung politik Sulawesi Selatan kembali bergemuruh dengan berita yang menyita perhatian publik.
Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan jabatan Ketua DPD PKS Sidrap, Mahmud Yusuf, dikabarkan mengalihkan dukungannya ke pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel nomor urut 01, Danny Pomanto-Azhar Arsyad.
Kabar ini menjadi angin segar bagi kubu 01 dan menciptakan tanda tanya besar di internal PKS.
Namun, di balik kabar ini, muncul kenyataan yang tak kalah mengejutkan. PKS Sulsel, melalui Sekretaris DPW Rustang Ukkas, langsung menepis isu ini dengan pernyataan tegas: Mahmud Yusuf sudah bukan lagi kader PKS sejak 18 September 2024.
Ia bahkan telah digantikan oleh Ali Hafid sebagai Ketua DPD PKS Sidrap, menandakan bahwa Mahmud tidak lagi memiliki peran formal dalam struktur partai.
Menariknya, pernyataan Rustang tak hanya mengonfirmasi bahwa Mahmud Yusuf tak lagi terlibat dalam aktivitas PKS, namun juga menjadi sinyal bahwa keputusan dukungan Mahmud ke kubu 01 mungkin bukan representasi resmi partai.
Langkah ini memancing spekulasi, apakah ada motif pribadi atau agenda politik tersembunyi di balik keputusan Mahmud?
Di satu sisi, PKS Sulsel menegaskan bahwa dukungan partai tetap solid berada di belakang pasangan nomor urut 02, Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi.
Pasangan ini didukung oleh 10 partai politik yang memiliki tujuan sama: memenangkan pertarungan menuju kursi Gubernur Sulsel 2024. Rustang Ukkas menegaskan bahwa soliditas internal PKS tidak goyah meski ada perubahan internal di tingkat DPD.
Namun, langkah Mahmud Yusuf tentu tak bisa diabaikan begitu saja. Dalam kancah politik yang penuh taktik dan strategi, satu gerakan kecil bisa berdampak besar.
Apakah ini hanya langkah pribadi Mahmud atau ada strategi politik yang lebih besar di balik layar? Mengingat besarnya pengaruh Pilgub Sulsel terhadap masa depan politik lokal dan nasional, setiap detail menjadi bagian dari skenario besar yang terus berkembang.
Isu loyalitas kader menjadi fokus yang semakin menarik dalam dinamika politik lokal. Banyak yang bertanya-tanya, apakah perubahan sikap ini murni keputusan individu atau ada gelombang perubahan politik yang lebih dalam di dalam tubuh partai?
Saat ini, publik hanya bisa menunggu perkembangan lebih lanjut dan melihat bagaimana manuver politik ini akan berdampak pada peta pertarungan Pilgub Sulsel 2024.
Satu hal yang pasti, drama politik Sulawesi Selatan belum mencapai klimaksnya. Kejutan lain mungkin masih menanti di tikungan berikutnya.(*)