Sidrap, indotime.online — Malam itu, Lawawoi seperti berpesta. Di ujung jalan, lampu-lampu menyala terang, memantulkan cahaya di wajah-wajah warga yang berkerumun.
Hati mereka berbunga-bunga. Kamis, 24 Oktober 2024, adalah hari yang mereka tunggu-tunggu. DOATA datang.
Dony, begitu biasa Yusuf Dollah disapa, berjalan tenang dengan baju kotak merahnya di antara warga. Senyumnya lebar, tangannya tak berhenti menyalami satu per satu. Suasana cair. Mereka berbincang seperti kawan lama yang akhirnya bertemu kembali.
Di sisi Dony, Muh. Datariansyah, Wakil Bupati dalam harapan, ikut tersenyum, mendengarkan warga.
“Jangan terlalu dipikirkan soal pajak tanah itu,” ucap Dony di tengah obrolan santai. Warga mendengarkan. “Kami sudah siapkan program. PBB untuk nilai objek pajak Rp 50.000,- ke bawah? Gratis. Pemerintah yang tanggung.”
Warga mulai berbisik. Keringanan. Itu yang mereka butuhkan. Pajak yang menekan selama ini terasa seperti beban yang tak pernah hilang dari pundak. Malam itu, sedikit demi sedikit, beban itu seperti menguap.
“Bukan hanya itu,” lanjut Dony, “Listrik 450-900 KWH, gratis juga untuk yang kurang mampu.”
Angin malam membawa kabar baik itu ke setiap sudut Lawawoi. Mata warga bersinar, seakan listrik gratis yang dijanjikan Dony sudah menyalakan lampu-lampu di rumah mereka.
Suara Dony yang tenang terus menyusuri malam. Ia bicara tentang rumah—1.000 rumah yang akan dibedah setiap tahun. Warga yang rumahnya sudah rapuh seperti daun tua, merasa harapan tumbuh kembali. Bayangkan, seribu rumah tiap tahun. Gratis pula.
“Kalau sakit, jangan takut ke rumah sakit. Kami siapkan antar-jemput. Gratis. Pengobatan, juga gratis,” Dony menambahkan, kali ini wajah-wajah lelah mendadak cerah. Kesehatan memang mahal, tapi kali ini, tidak bagi mereka.
Di tengah keramaian, anak-anak berlari riang. Seragam sekolah mereka akan gratis. TK, SD, SMP. Orang tua tak perlu pusing lagi memikirkan uang untuk seragam tahun depan.
Sementara itu, para bapak tersenyum mendengar program infrastruktur jalan dan jembatan yang dijanjikan Rp 5 miliar per tahun per kecamatan. “Sidrap akan maju kalau jalannya bagus,” kata seorang warga tua sambil mengangguk pelan.
Malam itu, Lawawoi hangat. Diskusi berjalan santai, tapi penuh makna. Ada harapan di sana, harapan akan Sidrap yang lebih baik. Dony dan Datar tak sekadar bicara. Mereka menawarkan jalan keluar. Dan warga Lawawoi tahu, inilah saatnya perubahan.
DOATA telah menyalakan cahaya di malam yang tenang.(*)